Penulis : Jamaluddin Lobang (Mahasiswa Kota Batam). (Foto : dok/ist) |
SMSNEWS.id | Batam - Opini ini dibuat oleh penulis sebagai upaya dalam menanggapi statement atau pendapat dari Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Tumpal Ari M. Pasaribu, S.E.
Seperti kita ketahui bersama, bahwasanya belakangan ini banyak terjadi dinamika politik terkait Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada, terkhususnya Pilkada di Kota Batam.
Pilkada Kota Batam dinilai banyak dinamika politik, dimulai dari demonstrasi Mahasiswa untuk menganulir putusan MK dan Pilkada Kota Batam melawan "Kotak Kosong".
Setelah Mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di setiap sudut Kota Batam, akhirnya pilkada melawan kotak kosong di Kota Batam memiliki tandingan yang semestinya, yakni terjadi pertarungan diantara dua Paslon (Pasangan Calon).
Setelah hal itu, dinamika politik di Kota Batam semakin terlihat ketika Mahasiswa mengeluarkan pendapat dan nalar berfikir kritis dalam menanggapi perpolitikan yang terjadi di Kota Batam, yang memang Mahasiswa sebagai agen kontrol dan keseimbangan kekuasaan agar tidak menjadi otoriter atau semena-mena dalam kekuasaan.
Seperti halnya kita lihat bersama, ketika debat pertama Pasangan Calon atau Paslon yang dilaksanakan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kota Batam pada tanggal 1 November 2024 lalu.
Dalam hal ini pula, Mahasiswa perlu lah melakukan kritikan maupun masukan dari nalar berfikir kritis nya terhadap jalannya perdebatan yang diselenggarakan oleh KPU Kota Batam, yang dinilai melenceng dari seharusnya sebuah forum perdebatan.
Pada saat perdebatan terjadi diantara kedua paslon seperti yang kita ketahui bersama, salah satu Paslon, dalam hal ini Li Claudia Chandra berdebat menggunakan ponsel yang memang video tersebut tersebar disemua platform.
Dari hal itulah, Mahasiswa mengeluarkan pendapat nalar berfikir kritisnya terkait Li Claudia Chandra yang menggunakan ponsel pada saat berdebat.
Menanggapi hal demikian yang ditulis diatas, Mahasiswa dalam hal ini penulis sendiri menilai penggunaan ponsel dalam berdebat adalah sesuatu alat bantu yang digunakan menggunakan pemikiran orang lain.
Karena penggunaan ponsel oleh Li Claudia Chandra, sehingga dia mampu membuka segala macam jawaban dari pertanyaan-pertanyaan oleh panelis maupun antar Paslon, sehingga menurut hemat penulis, dapat kita berasumsi dan menduga-duga bahwasanya Li Claudia Chandra dalam perdebatan menggunakan pikiran orang lain dalam menjawab maupun membuat pertanyaan.
Setelah kritikan itu terjadi oleh Mahasiswa, muncul berbagai media pemberitaan yang mengatakan bahwasanya Mahasiswa tidak boleh berpolitik atau lebih tepatnya Mahasiswa tidak boleh melakukan gerakan yang dinilai merugikan salah satu paslon.
Dalam hal ini, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Tumpal Ari M. Pasaribu, S.E. menyampaikan pendapatnya bahwasanya Mahasiswa tidak boleh berpolitik karena merugikan salah satu pihak.
Bisa kita lihat, sebuah diskusi dan silahturahmi yang tersebar di media pemberitaan di Morning Bakery kawasan King Bussiness Center (KBC).
Sahat M. Siburian menyampaikan pendapatnya bahwa objektifitas menjadi hal penting dalam penyampaian pemikiran serta kritik.
Sahat yang mana salah satu Mahasiswa mengatakan bahwasanya saat tidak ada aturan yang melarangnya maka suatu tindakan dapat dilakukan merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum, oleh karenanya seseorang dapat melakukan tindakannya dan tidak melanggar sesuatu apapun jika demikian.
Seperti dikutip dari salah satu media, misalnya wajahbangsanews.com bahwasanya Sahat mengatakan, hal mengenai kritisi adalah suatu hal positif yang dapat berfungsi sebagai cermin ketika kritisi dimaksud berada dalam posisi yang objektif, sebab kritisi juga dapat dilakukan dalam membawa unsur-unsur kepentingan pihak tertentu.
Senada dengan pendapat itu, dilansir dari media yang sama bahwasanya Tumpal Ari M. Pasaribu, S.E. yang merupakan anggota DPRD Provinsi Kepri Komisi I menyampaikn, agar proses pendidikan politik dalam menyikapi masa kampanye Pilkada hendaknya membangun kesadaran dan salah satu tujuan utama bernegara yakni untuk pembangunan, baik itu jiwa dan raga, sebab Mahasiswa adalah harapan Bangsa ini kedepan.
Maka dari itu, hendaknya unsur-unsur kepentingan politis pihak tertentu tidak menumpangi elemen kemahasiswaan sehingga produk-produk dari kemahasiswaan dapat berada pada posisi yang objektif demi kepentingan masyarakat luas, dan bukan pihak tertentu, demikian kata Tumpal.
Dari statement Tumpal diatas, menurut hemat penulis, pemikiran dan cara berfikir Tumpal dinilai tumpul.
Dari statement-nya itu, penulis menilai pemikiran mengenai politik atau pengertian politik atau definisi dari politik oleh oknum Anggota Komisi I DPRD Kepri itu begitu dangkal.
Seperti kita ketahui bersama, politik adalah sebuah seni untuk mempertahankan kekuasaan atau upaya untuk mendapatkan sesuatu dalam kekuasaan ataupun kepuasan batin.
Dalam arti yang lebih luas, politik merupakan suatu aktivitas yang dibuat, dipelihara, dan digunakan untuk masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.
Artinya, secara hemat penulis, semua kelakuan masyarakat, gerakan, maupun perilaku mempunyai unsur-unsur politik.
Sebagai contoh sederhana dari pengertian diatas, seorang anak kecil yang menangis meminta permen atau uang atau susu adalah cara politik dari si anak kecil tersebut untuk mendapatkan sesuatu sebagai upaya kepuasan batin.
Hal demikian saya pikir, perlulah diketahui agar cara berfikir Tumpal tidak dangkal dalam pengertian politik.
Artinya, sebenarnya tidak ada kepentingan politik yang ditunggangi oleh Mahasiswa itu sendiri dari gerakan kritik yang mereka lakukan berdasarkan logika dan pemikiran mereka.
Mengapa saya katakan tidak ada kepentingan politik?, karena sejatinya setiap gerakan yang dilakukan masyarakat tidak menutup kemungkinan secara tidak langsung ada kepentingan orang lain yang terbantu.
Bahkan, ketika kita diam sekalipun, itu juga bagian dari kepentingan politik, karena secara tidak langsung dinilai berpihak pada mereka yang takut untuk di kritisi, seperti contohnya gerakan Mahasiswa yang dilakukan baru-baru ini yang mengkritisi Li Claudia Chandra dalam menggunakan ponsel dalam perdebatan.
Sebuah contoh sederhana dari pengertian diatas, misalnya ada seorang Mahasiswa yang lapar dan harus makan, artinya Mahasiswa yang lapar perlu membeli makanan yang membuat dia kenyang.
Ketika ia membeli makanan, itu merupakan upaya politik yang dilakukan Mahasiswa untuk membuat ia kenyang, di satu sisi, kepentingan si penjual makanan untuk mendapatkan uang secara tidak langsung terbantu oleh Mahasiswa yang lapar.
Yang barusan dipaparkan diatas, adalah sebuah analogi sederhana yang harusnya dipahami oleh oknum Anggota DPRD Kepri Komisi I, Tumpal Pasaribu agar cara berfikirnya tidak dangkal mengenai politik.
Selain itu, dalam statement yang dilontarkan oleh oknum Anggota DPRD Kepri Komisi I tersebut, dinilai secara tidak langsung membatalkan Mahasiswa untuk berfikir kritis maupun melakukan gerakan kritik terhadap dinamika politik yang ada di Kota Batam.
Karena dalam statement-nya itu, Tumpal melarang segala macam gerakan Mahasiswa yang merugikan Paslon, padahal dalam politik setiap gerakan Mahasiswa maupun kritikkan ataupun berdiam diri saja dapat mempengaruhi kepentingan orang lain, dalam hal ini, merugikan ataupun menguntungkan orang lain.
Penulis : Jamaluddin Lobang (Mahasiswa Kota Batam)