Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang Lawas Utara (Paluta), Dr. Hartam Ediyanto, S.H., M.Hum., CPM. (kanan) uasi diwawancarai awak media SMSNEWS.id. (Foto : dok/Js/ist) |
SMSNEWS.id | Batam - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang Lawas Utara (Paluta), Dr. Hartam Ediyanto, S.H., M.Hum., CPM. mengikuti acara penandatanganan pakta integritas, pengambilan sumpah/janji dan pelantikan profesi mediator bersertifikasi oleh Dewan Sengketa Indonesia (DSI) yang diselenggarakan di Aula Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Senin (29/5/23).
Acara pelantikan tersebut diikuti oleh 117 peserta yang berasal dari berbagai daerah yang resmi dilantik sebagai mediator bersertifikasi dan dinyatakan berhak menyandang gelar CPM.
Usai acara pelantikan, saat diwawancarai awak media ini, Kajari Paluta mengatakan bahwa kegiatan pelantikan mediator itu merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mempersiapkan pelaksanaan KUHP baru secara nasional, "Bahwa ada upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan, jadi ini sudah diakui," kata Hartam Ediyanto.
"Selain itu juga, dengan diakuinya hukum yang hidup di masyarakat, tentunya upaya-upaya mediasi terkait dengan hukum pidana yang hidup di masyarakat atau hukum pidana adat juga tentu membutuhkan upaya mediasi, sehingga perlu adanya pelatihan-pelatihan seperti mediator ini," ujar Kajari Paluta itu.
Lebih lanjut kata Hartam Ediyanto, "Dengan adanya pelatihan ini, tentunya masalah teknis tentang bagaimana aturan-aturan terkait dengan mediasi itu, secara regulasi tentunya lebih mengacu kepada peraturan perundang-undangan," pungkasnya.
Hartam menuturkan bahwa saat ini di masing-masing institusi memiliki peraturan masing-masing, ada peraturan Kapolri, ada peraturan Jaksa Agung, dan ada peraturan Mahkamah Agung.
"Kalau di lingkungan Kejaksaan, ada pembatasan terkait dengan tindak pidana yang bisa di mediasi, jadi hanya yang sifatnya ringan, yang ancaman pidana nya di bawah 5 tahun, itulah yang bisa di mediasi, misalnya kejahatan berat yang kira-kira merugikan kepentingan umum tidak bisa di mediasi," jelas Hartam.
Sedangkan untuk kasus perdata, Hartam mengatakan bahwa proses mediasi itu merupakan kewajiban, ia menuturkan bahwa setiap perkara perdata wajib melalui tahap mediasi sebelum di sidangkan.
Kajari Paluta itu menuturkan bahwa tujuannya mengikuti kegiatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan mediator, "Sirtifikasinya saja yang diambil," pungkasnya.
Acara pelantikan mediator tersebut turut dihadiri oleh Rektor Unrika Batam, Rektor Unrika Batam, Prof. Dr. Hj. Sri Langgeng Ratnasari, S.E., M.M., Dekan Fakultas Hukum Unrika Batam, Dr. Tri Artanto, S.H., M.H., para Dosen Fakultas Hukum Unrika Batam, Presiden Dewan Sengketa Indonesia (DSI), Sabela Gayo, S.H., M.H., Ph.D., CPL., CPCLE., ACIArb., CPM., CPrM., CPT., CCCLE., CPrCD., CML., Hakim Yustisial Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. H. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H., CPM., serta seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Unrika Batam. (Js)
Editor : Red