Sebut Rektor Untad Keblinger, Kasihhati : "Tidak Paham UU, Dia Harus Belajar Terkait Dinamika Pers" Sebut Rektor Untad Keblinger, Kasihhati : "Tidak Paham UU, Dia Harus Belajar Terkait Dinamika Pers"

Sebut Rektor Untad Keblinger, Kasihhati : "Tidak Paham UU, Dia Harus Belajar Terkait Dinamika Pers"

Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof. Dr. Ir . Amar, S., M.T., IPU., ASEAN.Eng. (kiri), Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Dra. Kasihhati (kanan). (Foto : dok/ist/ilustrasi/net)

SMSNEWS.id | Jakarta - Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Dra. Kasihhati angkat bicara terkait kebijakan dari Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof. Dr. Ir . Amar, S., M.T., IPU., ASEAN.Eng. yang mengatakan hanya mau bersinergi dengan Media Pers yang sudah terdaftar dan terverifikasi di Dewan Pers.

Ketua Presidium FPII ini menegaskan bahwa soal verifikasi media itu tidak ada dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penegasan tersebut disampaikan Kasihhati sesaat setelah menerima laporan dari Provinsi Sulawesi Tengah terkait kebijakan dari Rektor Untad.

"Kebijakan Rektor itu keblinger, dia harus banyak belajar terkait dinamika pers nasional, di Indonesia saat ini ada ratusan organisasi pers, dan tidak sampai 10 persen nya yang menjadi konstituen dewan pers, makanya harus pandai-pandai membaca dinamika pers nasional saat ini," tegas Kasihhati.

Kasihhati yang sudah hampir 30 tahun menggeluti dunia jurnalistik itu juga mengingatkan Rektor Untad Palu untuk segera menghentikan kebijakan yang terkesan mendiskriminasi media pers di Indonesia.

"Rektor Untad harus segera hentikan kebijakan diskriminatif yang tidak sejalan dengan UU Pers, jika tidak, sebagai pimpinan tertinggi Presidium FPII, kami nyatakan 'perang' terhadap segala kebijakannya," tegas Kasihhati, di Jakarta, Sabtu (19/3/23) melalui keterangan persnya kepada media.

Dalam keterangan pers yang diterima redaksi media ini, disampaikan bahwa sebelumnya salah satu Pejabat di Humas Untad Palu telah memberikan komentar terkait kebijakan dari Rektor Universitas Tadulako Palu tersebut.

"Kami pak hanya mengikuti arahan Rektor, hanya 17 media yang terdaftar saja yang kami layani sekarang ini sesuai aturan yang baru diperlakukan," demikian disampaikan oleh salah satu Pejabat di Humas Untad Palu itu kepada Pimpinan Media Trans Sulteng, Jumat (17/3/23) kemarin.

Disampaikan juga bahwa pihak Universitas Tadulako sudah membuka website Dewan Pers dan dilihat untuk Sulteng hanya 17 media yang terverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers.

"Media yang tidak terdaftar dan terverifikasi, jika muat iklan kami pun tidak bayar, dan hanya 17 media ini yang kami layani sesuai arahan pimpinan kami," pungkasnya.

Penegasan yang sama juga disampaikan oleh Sukron selaku Kabiro Umum dan Keuangan Universitas Tadulako, "Yang terdaftar dan terverifikasi Dewan Pers yang kami terima, jika media yang belum terdaftar dan terverifikasi, untuk itu yang muat iklan kalo belum terverifikasi medianya, kami tidak bayarkan," kata Sukron seperti disampaikan dalam Pres Rilis dari Presidium FPII.

Berdasarkan hal itu, sehingga Kasihhati menilai bahwa kebijakan Rektor Untad tersebut terkesan mengandung unsur diskriminatif dan menimbulkan kerugian yang mengancam puluhan bahkan ratusan media pers yang ada di Sulawesi Tengah.

"Karena rektornya keblinger, nggak paham UU Pers, akhirnya anak buahnya juga ikut-ikutan bikin statement dan kebijakan nyeleneh," ucap Ketua Presidium FPII itu.

Lebih lanjut kata Kasihhati, karena ini menyangkut hal prinsip terkait eksistensi media pers di daerah, pihaknya mendesak Mentri Pendidikan untuk memberi sanksi terhadap Rektor Universitas Tadulako Palu.

"Sanksinya simpel saja, ikutkan yang bersangkutan (Rektor Untad_red) dalam Diklat Jurnalistik, dengan materi khusus terkait UU Pers, dan Dewan Pers juga harusnya dibubarkan saja, karena suka membuat rancu Pers di Indonesia," tegas Kasihhati.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, media ini belum dapat melakukan konfirmasi kepada Rektor Untad terkait hal tersebut. (Red)

Editor : Js

Sumber : Presidium FPII

Lebih baru Lebih lama