Salah satu massa aksi yang dibubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian mengalami cidera. (Foto : dok/Pmii/ist) |
SMSNEWS.id | Batam - Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Batam bersama masyarakat Belakang Padang yang merupakan korban kasus dugaan penggelapan dana nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Karya Bhakti Belakang Padang dipukul mundur oleh pihak kepolisian, bahkan 3 dari mahasiswa ditangkap atas tuduhan pencemaran nama baik. Aksi itu berlangsung di depan Mapolresta Barelang, Senin (20/3/23) kemarin.
Menyikapi hal itu, Dedy Wahyudi Hasibuan selaku Ketua Pengurus Cabang PMII Kota Batam menilai bahwa dari kejadian tersebut, ada indikasi kriminalisasi terhadap masa aksi yang diperiksa.
"Ada indikasi upaya paksa kriminalisasi terhadap massa aksi yang diperiksa. Karena dari orasi yang saya sampaikan itu hanya bentuk kritik dan tidak ada nama baik yang dicemarkan," kata Dedy saat dimintai keterangan lewat pesan WhatsApp pribadinya, Rabu (23/3/23).
Dedy mengaku saat itu memang ada komunikasi dari massa untuk meminta agar menyampaikan pendapat dimuka umum dapat difasilitasi diparkiran luar Polresta Barelang, akan tetapi tetap tidak diperbolehkan karena massa aksi tidak mempunyai izin.
Menurut Dedy, menyampaikan pendapat dimuka umum memang tidak membutuhkan izin dan sifatnya hanya pemberitahuan, karena jelas tertuang dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan penyampaian pendapat dimuka umum.
"Pertanyaan soal izin itu tidak ada dasar hukumnya sama sekali, hanya surat pemberitahuan, dan setelah bersurat, pihak keamanan wajib memberi fasilitas dan ketertiban," tegas Ketua PC PMII Kota Batam itu.
Lebih lanjut kata Dedy, pihaknya sangat menyayangkan arogansi aparat penegak hukum yang bentrok dilapangan pada saat aksi dan mempermasalahkan surat izin dan juga berdalil tidak mengantar surat izin karena tidak ada tanda terima.
"Tidak benar, karena telah kita antar di ruangan Sat Intelkam, namun tidak diberi tanda terima dan petugas memakai diksi tidak mengizinkan kami UNRAS (unjuk rasa) karena itu merupakan kantor mereka," pungkasnya.
Ironisnya, Dedy menuturkan bahwa sempat terjadi cekcok di ruang Sat Intelkam untuk membawa surat itu pulang, bahkan dibuang.
"Selanjutnya surat itu dipaksa untuk segera kami bawa pulang, namun kami menolaknya hingga surat itu dibuang oleh salah satu aparat intelkam," tutur Dedy.
Dedy juga memaparkan, negoisasi dan komunikasi sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum aksi demontrasi dilakukan. Sayangnya, negoisasi yang dilakukan tidak pernah mendapatkan kesimpulan dan persoalan masyarakat belum terjawab.
"Jumat itu kita dapat kabar dari penyidik, dikarenakan Kanit II ingin bertemu tanpa menjelaskan maksud pertemuan, saat kami datang mereka langsung ajak kami ke ruangan dan diskusi dilakukan," katanya.
Akan tetapi kata Dedy, komunikasi yang dilakukan berlangsung singkat, sehingga kesepakatan tak kunjung didapatkan.
"Dari hasil diskusi yang hanya 1 jam tersebut, yang menjadi persoalan masyarakat belum terjawab, sehingga audiensi itu belum membuka titik terang persoalan, dan tidak ada permintaan kepada kami agar tidak turun aksi pada senin," ujar Dedy.
"Pada Sabtu kita surati Kapolres terkait hasil audiensi tersebut, namun tidak ada balasan dan konfirmasi dari surat kami, sehingga, itu yang membuat kita yakin untuk turun aksi," lanjut Ketua PC PMII Batam itu.
Berdasarkan hal itu, Dedy menjelaskan bahwa para korban pemukulan oleh aparat kepolisian tersebut akan mereka laporkan kepada Pengurus Besar (PB) PMII agar menjadi atensi di pusat.
"Untuk langkah pertama laporan sudah kita layangkan kepada PB PMII, sudah menjadi atensi dan pembahasan di PB PMII, tinggal menunggu arahan Ketua Umum PB PMII. Namun fokus orientasi kami adalah persoalan KSP Karya Bhakti ini tidak kabur hanya karena persoalan pemukulan kemarin," tutup Dedy.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, media ini belum dapat melakukan konfirmasi kepada Kasat Intelkam Polresta Barelang terkait peristiwa pembubaran paksa aksi yang mengakibatkan beberapa orang dari massa aksi itu menjadi korban pemukulan saat terjadi upaya pembubaran aksi.
Sebelumnya, Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto melalui Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono didampingi oleh Kasi Humas Polresta Barelang, AKP Tigor Sidabariba membenarkan bahwa pihaknya membubarkan secara paksa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam PMII Kota Batam bersama masyarakat Belakang Padang itu.
"Kita sudah menyarankan bahwa proses ini kita tangani secara professional, tidak perlu dengan aksi unjuk rasa namun adik-adik mahasiswa tetap bersikeras melakukan unjuk rasa sehingga anggota Polresta Barelang membubarkan dengan paksa," kata Kompol Budi Hartono melalui keterangan persnya, Senin (20/3/23). (Jamaluddin)
Editor : Js