SMSNEWS.id | Jakarta - Pemilu serentak 2024 mendatang diperkirakan akan jauh lebih kompleks dari Pemilu serentak 2019 lalu. Oleh karena itu, agenda Pemilu serentak 2024 harus dipastikan berjalan secara profesional, independen, dan mengedepankan nilai-nilai integritas.
Dan untuk mendukung hal tersebut, pemanfaatan teknologi informasi menjadi mutlak guna meningkatkan kualitas demokrasi.
Hal itu sebagian yang menjadi kesimpulan rapat kerja antara Komite I Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dengan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI), di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (8/11) kemarin.
Anggota DPD RI Perwakilan Kepri, Dr. Richard Pasaribu dalam kesempatan itu menyampaikan pengalamannya, bahwa sumber daya dan biaya ketika mengawal proses penghitungan suara mulai dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai ke pleno rekapitulasi suara Nasional pada saat mencalonkan diri sebagai calon Anggota DPD RI tahun 2019 lalu sangat menguras energi.
"Rekapitulasi hasil penghitungan suara secara berjenjang cukup menguras energi, sumber daya dan biaya bagi peserta Pemilu, terutama calon perseorangan DPD RI, karena kita harus menyiapkan saksi di semua tahapan rekapitulasi suara. KPU dan Bawaslu harus mencari terobosan agar proses rekapitulasi suara bisa lebih efektif dan efisien," kata Richard Pasaribu.
Menurut Dr. Richard Pasaribu, perkembangan teknologi informasi (TI) yang berkaitan dengan percepatan rekapitulasi suara dan pengawasan Pemilu harus lebih dimasifkan lagi dalam sosialisasinya dan para penyelenggara Pemilu pun harus bisa beradaptasi dengan baik dengan perkembangan di era digitalisasi tersebut.
"Pemanfaatan TI menjadi keharusan, misalnya setelah rekapitulasi suara di TPS telah selesai, maka dengan memanfaatkan IT hasil Pemilu sudah bisa didapatkan segera. Untuk itu regulasi melalui Peraturan KPU dan Perbawaslu agar diakomodir dan diupayakan,” pungkas Senator Kepri itu.
Pada kesempatan tersebut, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari menjelaskan, berdasarkan data agregat jumlah penduduk Indonesia sampai dengan semester I 2022, sebanyak 275.361.267 jiwa.
"KPU sendiri juga akan melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan dengan menggunakan data pemilih pada 2019," ujar Hasyim.
Menurutnya, kedua data kependudukan tersebut serta data penduduk pemilih Pemilu telah disiapkan Pemerintah, dan KPU sendiri juga telah melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan.
Hasyim juga mengatakan bahwa hasil rekapitulasi data pemilih sampai Oktober 2022, data pemilih yang ada sebanyak 189.269.090 orang. Angka tersebut mengalami penurunan karena makin tertibnya administrasi kependudukan.
"Mohon dukungan dari Anggota DPD RI untuk dapat memastikan para konstituen di daerah masing-masing masuk ke dalam daftar pemilih. Kami harap agar tidak ada warga negara yang tidak masuk dalam daftar pemilih," pinta Ketua KPU RI itu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja turut menyampaikan persiapan penyelenggaraan Pemilu serentak 2024 yang telah dilakukan oleh Bawaslu. Ia menyampaikan bahwa hingga saat ini, Bawaslu telah melakukan berbagai strategi dalam penguatan sistem pengawasan pelaksanaan Pemilu.
Bawaslu juga telah membuka pelaporan pengaduan terkait menyebaran berita hoax dan black campaign yang kerap terjadi di media sosial.
"Kami telah melakukan pembahasan dengan Kemenkominfo terkait permasalahan penyebaran hoax di media sosial yang kerap terjadi menjelang Pemilu. Kami berharap, setelah adanya kesepakatan dengan berbagai platform media sosial yang ada di Indonesia, dapat meminimalisir terjadinya polarisasi di 2024 nanti," tutur Rahmat.
Di akhir acara, Komite I DPD RI sepakat dengan KPU RI dan Bawaslu RI untuk menjaga netralitas penyelenggara Pemilu sampai ke tingkat Daerah khususnya dalam hal rekrutmen dan memberikan sanksi yang tegas bagi penyelenggara yang terbukti tidak netral. (Red)
Editor : Js